
HALSEL,CakrawalaMalut.com – Kasus dugaan pemerkosaan brutal terhadap seorang siswi SMK Teknologi di Kecamatan Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, kini memasuki babak baru setelah viralnya pemberitaan mengenai upaya mediasi yang dilakukan di kantor Polsek Obi antara keluarga korban dan keluarga enam terduga pelaku.
Sekretaris PW SEMMI Maluku Utara, Sarjan H. Rifai, angkat bicara keras dan mengecam sikap aparat kepolisian yang dinilai tidak etis, bahkan berpotensi melanggar hukum. Ia meminta Propam Polda Maluku Utara segera turun tangan dan menindak anggota yang terlibat dalam upaya damai kasus ini.
“Ini kejahatan seksual terhadap anak di bawah umur, bukan perkara adat atau utang piutang! Jika ada anggota Polri yang memfasilitasi mediasi, maka mereka telah mencederai hukum dan harus diperiksa oleh Propam!” tegas Sarjan H. Rifai dalam pernyataan pers tertulis yang diterima Jendela Malut, Kamis (10/7).
Upaya mediasi ini mencuat setelah ayah korban, Nasri Ode Sinta, secara terbuka menyampaikan kronologi pertemuan yang difasilitasi oknum anggota Polsek Obi bernama Juned, Riki, dan Rahman. Dalam pertemuan tersebut, orang tua pelaku justru meminta agar kasus “diatur baik-baik”, yang memicu kemarahan Nasri dan menimbulkan luka psikologis tambahan bagi korban yang masih menjalani pemulihan.
Bahkan menurut pengakuan Nasri, Brigpol Rahman sempat menyarankan agar kasus tidak dilanjutkan secara hukum karena akan “menguras biaya besar”, dan menyarankan agar meminta denda saja.
“Ucapan seperti itu dari seorang aparat hukum jelas mencoreng institusi Polri! Itu bukan sekadar pelanggaran etik, tapi bentuk pembiaran terhadap kekerasan seksual!” kata Sarjan tegas.
Sarjan menegaskan, SEMMI Maluku Utara mendesak Kapolda Maluku Utara untuk memerintahkan Divisi Propam Polda segera mengusut keterlibatan oknum anggota Polsek Obi yang mencoba mendorong penyelesaian di luar hukum terhadap kasus ini.
“Kami tidak ingin Polri tercoreng oleh oknum-oknum yang melemahkan proses hukum demi perdamaian semu. Kalau kasus ini tidak diproses tuntas, kami akan turun aksi besar di depan Mapolda!” ancamnya.
Menurut Sarjan, tidak ada satu pasal pun dalam perundang-undangan yang membenarkan mediasi terhadap pelaku pemerkosaan anak. UU No. 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak dan UU TPKS dengan tegas menyatakan bahwa kasus kekerasan seksual terhadap anak adalah tindak pidana serius yang harus diproses secara pidana dan tidak dapat diselesaikan melalui jalur damai.
“Ketika hukum dikompromi oleh oknum aparat, maka negara ini kehilangan wibawa. Jangan ada pembiaran. Enam pelaku harus diadili. Dan oknum polisi yang coba ‘atur’ damai harus diperiksa Propam dan dicopot,” ujarnya.
SEMMI Maluku Utara menyatakan akan mengawal kasus ini hingga para pelaku diadili dan korban mendapat keadilan. Mereka juga menyerukan kepada publik, organisasi perempuan, serta lembaga perlindungan anak untuk ikut mengawasi dan menolak segala bentuk penyelesaian damai dalam kasus kekerasan seksual.
“Jika hukum tidak ditegakkan, maka kita sedang membuka jalan untuk kejahatan berikutnya. SEMMI tidak akan diam,” tutup Sarjan.