November 14, 2025
1761271687235

Halmahera Selatan, 24 Oktober 2025 – Sebuah kisah pilu datang dari Desa Boso, Kecamatan Gane Barat Utara, Kabupaten Halmahera Selatan. Seorang pekerja rehabilitasi Sekolah Dasar Negeri (SDN) 58 merasa dikhianati habis-habisan oleh kontraktor bernama Nawawi dari CV Wora Wora Grub.

Janji manis soal upah tambahan untuk pembuatan jendela dan pintu kini berubah jadi mimpi buruk: sisa upah tukang hilang ditelan bumi, dan nomor telepon kontraktor tiba-tiba tak aktif.

Kasus ini mencuat di tengah program peningkatan sarana pendidikan daerah yang seharusnya jadi berkah bagi masyarakat lokal.
Korban, yang enggan disebut namanya demi menghindari konflik lebih lanjut, menceritakan kronologi penipuan ini dengan nada getir.

“Awalnya, saya dikasih proyek rehab ruang guru SD 58 Desa Boso oleh CV Wora Wora Grub. Upahnya 23 juta untuk pekerjaan utama, plus 2 juta buat pengawas. Itu di luar pintu dan jendela, katanya,” ujar pekerja tersebut saat dihubungi tim redaksi .

“Kontraktor Nawawi bilang, ‘Jendela pintu nanti buat di Bacan. Abis itu, pintu kalian buat sendiri, uangnya langsung kasih ke kalian saja.’ Kami iyakan, karena percaya.”

Namun, mimpi indah itu pupus saat tim dinas terkait turun ke lokasi untuk verifikasi. Pekerja loyal ini menyerahkan rincian biaya lengkap, termasuk upah pembuatan jendela sebesar Rp150 ribu per unit.

“Saya kasih rincian upah kami, termasuk biking jendela itu. Tapi dia nggak mau! Bilang semua kerja jendela, pintu, sampe timbunan cuma satu paket 23 juta itu,” tambahnya dengan suara bergetar. “Padahal kesepakatan awal nggak gitu.

Sekarang, kontraktor di-telepon juga sudah nggak aktif. Kami merasa dibohongi habis-habisan oleh Nawawi!”

Kasus ini bukan sekadar sengketa upah biasa. Ia mencerminkan luka dalam di balik proyek infrastruktur pendidikan di daerah terpencil seperti Halmahera Selatan. CV Wora Wora Grub, yang diduga menjadi pelaku utama, diketahui memenangkan tender rehab sekolah melalui dinas pendidikan setempat. Ironisnya, program yang bertujuan tingkatkan kualitas pendidikan justru meninggalkan pekerja lokal dalam kemiskinan.

“Kami tukang desa, bergantung pada proyek ini. Kalau upah nggak dibayar, anak-anak kami yang kelaparan,” keluh pekerja tersebut, mewakili puluhan rekan kerjanya yang kini menanti keadilan.

Hingga berita ini diturunkan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Kabupaten Halmahera Selatan belum memberikan keterangan resmi.

Namun, sumber internal mengindikasikan bahwa investigasi internal akan digelar secepatnya.

“Kami prioritaskan transparansi tender dan pembayaran upah. Jika terbukti ada penyimpangan, sanksi tegas akan dijatuhkan,” Keluah seoarang pekerja.

Apakah Nawawi dan CV-nya akan muncul kembali, atau kasus ini akan jadi preseden buruk bagi proyek pemerintah daerah?
Masyarakat menunggu jawaban dari otoritas. Sementara itu, para tukang Desa Boso hanya bisa berharap: keadilan tak lagi tertunda. Jika Anda punya informasi terkait, hubungi redaksi kami untuk diselidiki lebih lanjut. Pendidikan layak dimulai dari pekerja yang dihargai!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *